Langsung ke konten utama

Daya Saing Perguruan Tinggi ditentukan oleh kemampuan menghatarkan jasa dengan tepat kepada konsumen


Dalam PP No. 60 Tahun 1999 disebutkan bahwa perguruan tinggi sebagai satuan pendidikan yang lebih tinggi dari pendidikan menengah didirikan untuk :
1. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian.
2. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

Menurut Gaspersz (2000:2), sebagai industri jasa, perguruan tinggi juga seyogianya memahami perkembangan sistem industri modern atau manajemen industri modern, sehingga mampu mendesain, menerapkan, mengendalikan dan meningkatkan kinerja sistem pendidikan tinggi yang memenuhi kebutuhan industri.Sebagai Industri Jasa perguruan tinggi juga harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumen dengan tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen.Untuk itu didalam memberikan dan menghantarkan jasa perguruan tinggi kita harus memahami karakteristik dari jasa sendiri sebagaimana Kotler (1997:465) menyebutkan bahwa jasa yang diberikan konsumen mengandung empat karakteristik, yaitu :
1. intangibility
Jasa bersifat intangibility, artinya bahwa suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium ataupun didengar sebelum jasa tersebut dibeli. Jadi perguruan tingggi tidak akan pernah langsung diterima oleh konsumen jika konsumen tidak dapat membuktikan kualitas dari perguruan tinggi dan pembuktian itu ditentukan oleh waktu dan kerja keras yang menghasilkan berbagai prestasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2. inseparability
Artinya bahwa jasa tersebut tidak dapat dipisahkan atau selalu dikonsumsi atau dirasakan bersamaan. Untuk itu layanan pendidikan yang diberikan oleh pihak perguruan tinggi itu harus konsisten dan komitmen terhadap mutu harus dijaga dimana aspek penjaminan mutu dan standart pelayanan menjadi kunci bahwa konsumen akan mendapat garanti sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.
3. variability
Jasa bersifat sangat bervariasi karena merupakan non-standarized output. Artinya banyaknya variasi bentuk, kualitas dan jenisnya tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Untuk itu sebuah perguruan tinggi harus inovatif dan didalamnya merupakan kumpulan orang-orang yang kreatif yang selalu menghasilkan produk kreatif,bermanfaat dan memiliki nilai tambah buat kepentingan masyarakat.
4. perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama atau tidak dapat disimpan. Artinya bahwa penggunaan jasa ini adalah pada saat itu juga atau saat-saat yang telah ditentukan.Untuk itu perguruan tinggi tidak boleh terlalu Eforia terhadap keberhasilan masa lalu yang membuat terlena dan melupakan masa depan yang harus lebih baik dibanding keberhasilan masa lalu.karena konsumen kita adalah akan melihat apa yang diberikan sekarang,bukan yang diberikan sebelumnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Usaha

Perencanaan usaha merupakan suatu alat untuk memastikan bahwa sebuah usaha dijalankan dengan benar dan tepat, yang mencakup pemilihan kegiatan yang akan dijalankan, bagaimana menjalankan dan kapan dimulai dan selesainya pekerjaan itu, untuk membantu tercapainya tujuan usaha. Perencanaan usaha merupakan langkah awal yang menunjukkan bahwa seseorang serius untuk berwirausaha,dan untuk menghindari faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan,serta mengantisipasi setiap tantangan yang akan dihadapi dalam menjalankan usaha Seorang wirausaha menurut Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993) (dalam Suryana,2003) mengemukakan definisi wirausaha sebagai berikut : “ An entrepreuneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the perpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resourses to capitalize on those opportunuties”. Wirausaha adalah orang yang menciptakan bisnis baru dalam

Strategi membangun Daya Saing di era Hyper Competition

Pada Era Hypercompetition(Persaingan tingkat tinggi dan mengglobal) dimana semua perusahaan menawarkan sesuatu yang baru dan terstandarisasi karena adanya perkembangan teknologi dan ini menyebabkan keunggulan kompetitif sulit untuk bisa dipertahankan karena begitu mudahnya pesaing meniru.Pada kondisi ini setiap perusahaan dituntut untuk senantiasa bersaing dalam harga,kualitas,dan inovasi pada setiap aktivitas-aktivitasnya Keunggulan bersaing diperoleh ketika perusahaan mampu menjadikan banyak aktivitas berlainan yang dilakukan oleh perusahaan digabungkan dalam suatu rantai yang dapat memberikan konstribusi nilai yang memberikan margin maksimal bagi perusahaan ( melaksanakan aktivitas-aktivitas yang penting secara strategis dengan lebih murah atau lebih baik dibanding pesaing). Untuk mempertahankan keunggulan bersaing, kompetensi inti haruslah menambah nilai, sulit digantikan, sulit bagi pesaing untuk meniru, dan dapat dipindahkan sepanjang perusahaan (Barney, 1991; Grant, 1991) .Untu

Evaluasi Strategi,Kunci Kemenangan Tim

Kegagalan sebuah Tim dalam suatu pertandingan,lebih banyak disebabkan karena tidak adanya evaluasi atau control terhadap strategi yang diterapkan. Kontrol strategi adalah suatu proses merubah rencana bisnis yang diakibatkan adanya perubahan kondisi/situasi, adanya tambahan pengetahuan atau membuat penyesuaian untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana. Dimana kegiatannya sbb: • Menentukan target prestasi kerja,standar-standar dan batas batas toleransi untuk tujuan,strategi dan pelaksanaannya. • Mengukur kondisi riel terhadap target yang telah ditentukan • Menganalisis penyimpangan-penyimpangan terhadap batas-batas toleransi. • Melakukan modifikasi-modifikasi yang diperlukan. Proses evaluasi dan kontrol strategik akan melalui beberapa tahap/langkah sebagai berikut: a) Menentukan suatu standar untuk mengukur kinerja perusahaan dan membuat batas toleransi yang dapat diterima untuk tujuan, sasaran dan strategi. Peter Drucker mengusulkan lima kriteria untuk penentua