Langsung ke konten utama

ANALISIS DAMPAK PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN TERHADAP PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PEMBERDAYAAN WANITA

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kunci penopang perekonomian nasional. Pada 2011, dari sisi jumlah unit usaha, 53,8 juta adalah UMKM atau 99,9% dari total usaha di Indonesia (Depkop-UKM, 2010). Demikian juga dari sisi penyerapan tenaga kerja UKM memperkerjakan 99,4 juta orang. Sedangkan dari sisi kontribusi terhadap pembentukan PDB tahun 2010, UKM memberikan kontribusi 57,12% terhadap PDB non migas. Demikian juga dengan di Jawa Timur, menurut Gubernur Jatim Dr H Soekarwo,selama ini, sektor koperasi dan UMKM memegang peranan sangat penting dalam pembangunan ekonomi dengan menyumbang sekitar 53,82 % terhadap PDRB Jawa Timur.Besarnya jumlah UMKM di Jatim yang mencapai 4.211.564 unit. Saat ini, UMKM yang bisa mengakses ke Perbankan baru 24,46%. Sementara 75,54% koperasi dan UMKM terkendala mengakses ke perbankan, meskipun feasible. BPR sebagai industri keuangan mikro kecil yang menjangkau sampai wilayah perdesaan merupakan mitra UMKM dalam memperoleh sumber permodalan. (http://wartapedia.com) Melihat data tersebut menunjukkan bahwa peranan UMKM sangat penting dalam perekonomian nasional dan regional (daerah). Peran strategi UMKM tersebut menjadi dasar banyak pihak berupaya meningkatkan posisi dan peran UMKM melalui berbagai program. Hal tersebut dilakukan karena UMKM dinilai masih menghadapi berbagai kendala, baik internal maupun eksternal, untuk bisa berkembang. Studi Finance for Small & Medium Enterprise in Indonesia yang dilakukan REDI- JBIC-DAI (2004) menemukan bahwa setelah masalah pemasaran,masalah lain yang masih dihadapi usaha kecil adalah keterbatasan modal dan akses terhadap lembaga keuangan. Kemampuan UKM untuk memperoleh pinjaman dalam jumlah yang mereka perlukan,bagaimanapun juga, masih terhambat beberapa masalah. Hasil studi REDI menemukan tiga kesenjangan yang menjadi masalah permodalan bagi UKM. Pertama, Scale gap-kesenjangan dalam besar pinjaman antara pinjaman komersial skala mikro yang paling besar dan besar pinjaman yang diminati oleh bank komersial dalam memberikan pinjaman kepada pengusaha. Kedua, formalization gap-kesenjangan antara tingkat formalisasi aktual yang dimiliki pengusaha dan tingkat formalisasi yang diharapkan oleh bank; dan Ketiga, information gap-kesenjangan antara hal-hal yang diketahui oleh usaha kecil (yang layak tetapi tidak meminjam)mengenai preferensi dan prosedur perbankan dengan hal-hal yang perlu mereka ketahui agar berhasil dalam memperoleh pinjaman. Bagi UMKM, kredit mempunyai peran penting terkait kebutuhan pembiayaan modal kerja dan investasi guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan mulai timbul ketika UMKM dihadapkan kepada ketentuan bank teknis dalam bentuk kelengkapan persyaratan bank untuk memperoleh pinjaman. Meskipun usaha dinilai feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan aset dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Dari sisi perbankan, adanya kekhawatiran default risk atau kredit macet menjadi salah satu alasan yang mempengaruhi tingkat penyaluran kredit UMKM. Saat ini ada kecenderungan bank kurang ekspansif mencari debitur baru yang potensial, tetapi belum pernah memperoleh pembiayaan perbankan. Sebagian besar perbankan mempunyai persepsi penyaluran kepada debitur yang benar-benar baru mempunyai resiko yang sangat tinggi. Kekhawatiran perbankan tersebut cukup beralasan karena jika kredit yang disalurkan kepada UMKM tersebut macet, maka hal itu akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Berdasarkan kondisi tersebut, Adam (1998) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan UMKM memiliki keterbatasan akses terhadap pinjaman formal, yaitu : resiko yang dihadapi bank dan biaya transaksi yang harus ditanggung bank dan calon peminjam UMKM.Konsekuensi dari kondisi tersebut, perbankan biasanya menuntut adanya kepemilikan agunan yang “cukup aman” sebagai jaminan kredit. Kondisi tersebut tentu sangat berat bagi UMKM, aset yang dimiliki sebagai agunan seringkali nilainya tidak sesuai dengan kebutuhan kredit. Kondisi tersebut tentunya memerlukan terobosan dari pemerintah dan berbagai pihak lain untuk mencari solusi alternatif sehingga persoalan akses UMKM terhadap sumber permodalan bisa teratasi. Dalam konteks ini, keberadaan lembaga penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKM di daerah perlu dikaji. Terdapat beberapa alasan pentingnya keberadaan lembaga penjaminan, yaitu : 1)Penjaminan kredit merupakan bentuk subsidi kepada UMKM tanpa menimbulkan distorsi, 2)Dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengimplementasikan sektor-sektor yang prioritas, 3)Memberikan manfaat bagi bank untuk meningkatkan keuntungan sekaligus menurunkan resiko. (Sunarsip, 2005) Peran penting lembaga penjaminan kredit tersebut tentu harus dipertimbangkan oleh pemerintah daerah di Jawa Timur sebagai salah satu upaya mengatasi keterbatasan akses UMKM terhadap kredit perbankan. Meskipun hingga saat ini sudah cukup banyak program Pemerintah Daerah di Jawa Timur dalam mendorong UMKM, tetapi hingga saat ini skema penjaminan kredit belum diterapkan, walaupun sudah pernah direncanakan pada 2003. Faktor utama penghambat pelaksanaan rencana pendirian lembaga penjaminan oleh Pemprov Jawa Timur adalah adanya Keputusan Menteri Keuangan tanggal 23 Oktober 2003, nomer 479/KMK.06/2003 tentang Penghentian Pemberian Ijin Usaha Perusahaan Penjaminan. Sedangkan dari pihak Bank Indonesia tetap berusaha menfasilitasi pembentukan penjaminan kredit. Hal ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan akses kredit UKM ke perbankan sesuai dengan salah satu rekomendasi yang tercantum dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). 1.2 Tujuan Tujuan dari studi ini adalah : 1. Mengkaji kemungkinan penggunaan dana Pemprov Jawa Timur sebagai penjaminan bagi penyaluran kredit UMKM. 2. Mengkaji pemanfaatan sumber dana dari dana bergulir UMKM Pemprov Jatim dalam suatu pola skema penjaminan (risk sharing). Tujuan umum dari Pengelolaan Sumberdaya Desa Pesisir Berbasis Masyarakat di Kota Surabaya ini adalah Peningkatan Kesejahteraan Penerima Manfaat di kecamatan Kenjeran Surabaya. Sedangkan tujuan khusus program ini adalah: 1) Mengidentikasi, menganalisis dan menyusun sistem industri kecil komoditas terpilih melalui pendekatan integrasi Rantai Nilai Industri antar jenis usaha dan para stakeholder. 2) Merumuskan perencanaan strategis Pengembangan komoditas terpilih di Kota Surabaya berbasis masyarakat perkotaan pesisir 3) Mengembangkan kapasitas masyarakat perkotaan pesisir dalam kerjasama jaringan usaha, penguasaan teknologi, kemampuan manajerial dan perkuatan kelembagaan kelompok produsen. 4) Pengembangkan usaha mikro dan kecil yang terlibat dalam Rantai Nilai industri pengolahan berbasis pada masyarakat pedesaan (rural community-based) secara terpadu. Potensi unggulan yang dimiliki Kota Surabaya merupakan produk yang berasal dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Usaha ini bukan hanya berfungsi dalam penyerapan tenaga kerja, namun terbukti sebagai suatu bentuk kegiatan usaha yang memiliki fleksibilitas dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Beberapa produk unggulan yang ada antara lain makanan dan minuman, pakaian jadi, kerajinan tangan, dan olahan hasil laut,industri kreatif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Usaha

Perencanaan usaha merupakan suatu alat untuk memastikan bahwa sebuah usaha dijalankan dengan benar dan tepat, yang mencakup pemilihan kegiatan yang akan dijalankan, bagaimana menjalankan dan kapan dimulai dan selesainya pekerjaan itu, untuk membantu tercapainya tujuan usaha. Perencanaan usaha merupakan langkah awal yang menunjukkan bahwa seseorang serius untuk berwirausaha,dan untuk menghindari faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan,serta mengantisipasi setiap tantangan yang akan dihadapi dalam menjalankan usaha Seorang wirausaha menurut Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993) (dalam Suryana,2003) mengemukakan definisi wirausaha sebagai berikut : “ An entrepreuneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the perpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resourses to capitalize on those opportunuties”. Wirausaha adalah orang yang menciptakan bisnis baru dalam

Strategi membangun Daya Saing di era Hyper Competition

Pada Era Hypercompetition(Persaingan tingkat tinggi dan mengglobal) dimana semua perusahaan menawarkan sesuatu yang baru dan terstandarisasi karena adanya perkembangan teknologi dan ini menyebabkan keunggulan kompetitif sulit untuk bisa dipertahankan karena begitu mudahnya pesaing meniru.Pada kondisi ini setiap perusahaan dituntut untuk senantiasa bersaing dalam harga,kualitas,dan inovasi pada setiap aktivitas-aktivitasnya Keunggulan bersaing diperoleh ketika perusahaan mampu menjadikan banyak aktivitas berlainan yang dilakukan oleh perusahaan digabungkan dalam suatu rantai yang dapat memberikan konstribusi nilai yang memberikan margin maksimal bagi perusahaan ( melaksanakan aktivitas-aktivitas yang penting secara strategis dengan lebih murah atau lebih baik dibanding pesaing). Untuk mempertahankan keunggulan bersaing, kompetensi inti haruslah menambah nilai, sulit digantikan, sulit bagi pesaing untuk meniru, dan dapat dipindahkan sepanjang perusahaan (Barney, 1991; Grant, 1991) .Untu

Evaluasi Strategi,Kunci Kemenangan Tim

Kegagalan sebuah Tim dalam suatu pertandingan,lebih banyak disebabkan karena tidak adanya evaluasi atau control terhadap strategi yang diterapkan. Kontrol strategi adalah suatu proses merubah rencana bisnis yang diakibatkan adanya perubahan kondisi/situasi, adanya tambahan pengetahuan atau membuat penyesuaian untuk mengarahkan aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana. Dimana kegiatannya sbb: • Menentukan target prestasi kerja,standar-standar dan batas batas toleransi untuk tujuan,strategi dan pelaksanaannya. • Mengukur kondisi riel terhadap target yang telah ditentukan • Menganalisis penyimpangan-penyimpangan terhadap batas-batas toleransi. • Melakukan modifikasi-modifikasi yang diperlukan. Proses evaluasi dan kontrol strategik akan melalui beberapa tahap/langkah sebagai berikut: a) Menentukan suatu standar untuk mengukur kinerja perusahaan dan membuat batas toleransi yang dapat diterima untuk tujuan, sasaran dan strategi. Peter Drucker mengusulkan lima kriteria untuk penentua